Pemimpin harus tahu saat bisnisnya sudah cukup
Oleh Bob Sadino - Selasa, 20 Maret 2012
| 10:20 WIB
Berbeda dengan para
pebisnis yang selalu menetapkan target bisnis setiap tahun, saya memilih tidak
melakukannya. Saya membiarkan bisnis saya seperti air mengalir saja.
Kunci usaha saya adalah anak-anak
bisa mengelolanya. Mereka betah ikut saya selama 35 tahun, bahkan ada yang 40
tahun masih terus ikut. Bagi saya, mereka bukan karyawan, melainkan anak-anak.
Ini juga yang membuat Kemchicks
tetap eksis di tengah-tengah serbuan gajah-gajah ritel yang ada sekarang ini.
Mereka merasa memiliki dan mengelola bisnis Kemchicks.
Saya percaya bahwa anak-anak punya kemampuan, bahkan lebih besar dari saya. Mereka bisa menentukan apa yang mereka mau. Tidak harus menjadi seperti saya.
Saya percaya bahwa anak-anak punya kemampuan, bahkan lebih besar dari saya. Mereka bisa menentukan apa yang mereka mau. Tidak harus menjadi seperti saya.
Saya bukan tipikal pemimpin atau
orang tua yang over protektif. Saya juga tak kejam ke anak-anak. Itu tidak ada
dalam kamus saya. Mereka tak harus meneruskan bisnis saya. Mereka bisa memilih
apa yang mereka mau.
Makanya, ketika anak saya minta
sekolah perhotelan, saya mencarikan sekolah perhotelan yang terbaik di dunia,
Swiss. Satunya lebih tertarik sekolah perhotelan di Singapura. Saya membebaskan
mereka memilih apa yang mereka inginkan.
Apakah kemudian mereka juga
terjun ke perhotelan, saya tidak tahu. Saya memilih tidak perlu ikut campur
dengan urusan mereka. Bukan abai, toh saya dekat sekali dengan mereka. Itu
pilihan mereka yang harus mereka pertanggungjawabkan.
Ini sama halnya saya mengelola
Kemchicks. Anak-anak bekerja sesuai yang mereka inginkan dan targetkan. Kalau
ingin maju, mereka akan mengupayakan. Cuma satu hal yang saya perhatikan:
bisnis mereka harus sehat. Kelakuan mereka juga harus sehat. Untuk memastikan
itu, saya terus memantau agar bisnis dan kelakuan mereka tetap sehat. Prinsip
saya, selama mereka bahagia, saya pasti bahagia.
Anak-anak adalah produk zaman
sekarang. Ini berbeda dengan anak-anak pada zaman saya. Mereka punya cara
berbisnis yang berbeda dengan zaman saya. Tugas saya hanya mengalirkan budaya
dari orang tua yang dialirkan ke saya dan kemudian saya teruskan ke mereka.
Saya dan anak-anak paham yang
namanya bisnis ada untung dan rugi. Tidak bisa selalu untung, atau sebaliknya
tidak selamanya merugi terus. Banyak pengusaha yang menjual usahanya yang dalam
kondisi rugi, saya tidak begitu. Justru kalau merugi tidak saya jual karena
saya tak ingin menyengsarakan orang lain. Seperti Kemfood yang saya jual,
itu perusahaan yang bagus. Banyak yang minta padahal saya tidak pernah
menawarkan. Proses negosiasinya pun berlangsung sangat singkat.
Cuma, apakah itu artinya saya
tidak mengalami problem dalam bisnis? Saya bilang: tidak ada bisnis yang tidak
ada problem.
Logika bisnis saya memang
berbeda dari pengusaha lain. Saya percaya setiap aksi ada reaksi, ada sebab ada
pula akibat. Mereka semua menuju dua arah, positif dan negatif. Dari pengalaman
saya, semua bisnis menghasilkan dua arah itu. Dan, kita tidak bisa hanya
mengambil satu sisi yakni yang positif saja. Dua-duanya harus kita ambil.
Hal terpenting menjadi pemimpin
adalah tahu saat sudah cukup. Tahu saat berhenti. Saya merasa, orang zaman
sekarang bilang cukup itu susah. Orang yang kaya, dari bangsa atau suku apa
pun, tidak ada yang merasa cukup. Mereka mau bertambah besar lagi. Saya merasa
sudah cukup, dan ini membuat saya bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar